Menambah Jam Mengajar Guru, Efektifkah?
Bidang pendidikan kembali mendapat sorotan baik dari pemerintah maupun masyarakat luas. Kali ini, penambahan jam mengajar guru. Dari 24 jam seminggu dengan satu jam mengajar 45 menit, menjadi 27,5 jam.
Tanpa memenuhi jumlah jam mengajar, guru tidak dapat mengikuti sertifikasi guru. Penambahan jam mengajar juga dijadikan variabel untuk melihat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jika dirunut asal penambahan jam mengajar ini, ternyata muncul dari Pejabat Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB). Konon mereka ‘kegerahan’ setiap mendengar laporan ada oknum PNS yang keluyuran saat jam kerja. Tidak terkecuali para guru yang masih mengenakan seragam kerja.
Untuk mengatasi hal tersebut, kini ada penambahan jam mengajar bagi para guru dalam hitungan pekan. Opsi penambahan beban mengajar guru ini, sudah disetujui Kementerian Pendidikan Nasional. Selain untuk mendongkrak kinerja aparatur, karena tidak ada guru yang ‘keluyuran’ atau menganggur — diyakini otomatis meningkatkan kualitas pendidikan karena frekuensi tatap muka bertambah.
Penambahan jam mengajar guru, dinyatakan relevan dengan semangat reformasi birokrasi. Termasuk poin proses efisiensi dan efektivitas kinerja. Dipahami, ‘ujung’ dari efisiensi ini adalah tunjangan kinerja atau remunerasi.
Sulit mendapatkan kesepahaman bahwa dengan meningkatkan jam mengajar, guru akan otomatis menjadi pendidik yang baik. Atau, dengan jam mengajar yang bertambah, kualitas pendidikan di Indonesia akan bertambah.
Ada perbedaan prinsipil, yakni tinjauan yang terlalu kuantitatif untuk menilai kualitas pendidikan dan hasil pendidikan yang lebih bersifat kualitatif. Proses pendidikan, bukanlah seperti proses industri benda yang dapat dikalkulasi secara kuantitatif.
Jika dilihat dari tinjauan kualitas pendidikan, penambahan jam kerja guru yang disetujui oleh Kementerian Pendidikan Nasional bukanlah suatu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Profesi guru, memang berbeda dengan jam kantor lainnya.
Apalagi jam kerja para buruh pabrik. Yang perlu ditingkatkan adalah kualitas para guru tersebut. Misal, dengan terus menerus dan tersistem meng-up grade pengetahuan. Baik melalui sekolah formal, pendidikan dan latihan (diklat), studi banding yang implementatif untuk mengajar.
Alasan pemerintah meningkatkan jumlah jam mengajar guru, juga kurang etis. Misal, alasan agar guru tidak ‘keluyuran’. Guru sebagai pendidik, justru harus banyak tahu dan melihat semua kejadian di luar sekolah.
Guru yang mengenakan seragam, kemudian berada di area publik, pasti memiliki suatu tujuan. Seragam yang dikenakan, sudah memagari sikap dan perbuatannya. Sehingga secara moral, guru itu tetap guru dan pendidik, sekalipun sedang berada di luar area sekolahan.
Terhadap kebijakan ini, memang banyak yang pro-kontra. Pemerintah perlu mengadakan pengawasan terhadap kebijakan tersebut melalui sistem yang baik. Artinya, sistem itu tidak menghilangkan hakikat guru sebagai pendidik yang lebih bernilai kualitatif daripada kuantitatif.
Sistem pengawasan juga harus mampu membuktikan sinkroninasi antara kebijakan dan kejujuran. Tidak sebatas retorika dan uang tunjangan saja.
No comments:
Post a Comment